Friday, September 26, 2014

Berantas Korupsi YES, Salah Vonis NO

Percayakah Anda jika dikatakan bahwa sebagian terhukum kasus korupsi di Indonesia sebenarnya hanyalah korban sistem hukum belaka? Pasti tidak. Kita sudah telanjur diyakinkan bahwa hakim-hakim Tipikor kita adalah manusia langka yang ideal, tak bakal salah dalam memvonis, nyaris 100% pasti benar dakwaannya, tak mungkin sembarangan. Setelah dipusingkan dengan logika hukum kasus LHI, sekarang kita kembali pusing dengan kasus Indar Atmanto. Dalam kasus LHI, bukti yang ada hanyalah pengakuan orang lain (Fathonah) yang memperalat nama si terhukum untuk kepentingannya sendiri. Kerugian negara tidak ada, kebijakan negara tidak terpengaruhi, si terhukum tidak terbukti menerima sogokan, tapi hukumannya tetap saja dibuat sefantastis mungkin, seakan tidak takut bahwa si pengadil sendiri akan diadili pula suatu ketika nanti.

Dalam kasus Indar Atmanto, kesalahan yang dituduhkan adalah praktik bisnis yang lumrah dijalankan oleh semua penyedia layanan internet. Jika apa yang dilakukan IM2 adalah korupsi dan melanggar hukum, berarti ISP lainnya juga korupsi dan melanggar hukum, dan seluruh direktur utama ISP di Indonesia harus masuk penjara dengan durasi yang sama pula. Pihak yang membuat regulasi, Kemkominfo, sudah menyatakan tidak ada masalah dengan pola bisnis IM2, seluruh masyarakat telekomunikasi sudah melayangkan surat, tapi dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung semua tetap tak bergeming. Inilah lembaga yang isinya orang-orang langka di Indonesia, orang paling adil, paling ideal, paling dibutuhkan, paling diandalkan, paling terhormat, paling suci.

Korupsi di Indonesia adalah penyakit menular, wabah yang mengerikan. Korupsi terstruktur tanpa kompromi. Mungkin bagi sebagian kalangan, tak apalah, demi membunuh penyakit yang sangat kronis ini, beberapa TUMBAL mesti terjadi. Tapi bagi saya, menghukum orang tanpa kesalahan yang jelas adalah kesesatan yang nyata dan gamblang sekali. Mengerikan.

Wednesday, September 24, 2014

Bagaimana Caranya Bicara agar Didengarkan Orang?

Julian Treasure, dalam salah satu kuliahnya menyebutkan 7 deadly sins of speaking:
1. Gossip
2. Judging
3. Negativity
4. Complaining
5. Excuses
6. Lying
7. Dogmatism

Ada 4 fondasi yang harus dimiliki jika apa yang kita bicarakan ingin didengarkan orang (HAIL):
1. Honesty: be clear and straight
2. Authenticity: be yourself
3. Integrity: be your word
4. Love: wish them well

Instrumen untuk meningkatkan pembawaan ketika berbicara:
1. Register: coba rendahkan/dalamkan suara
2. Timbre: rasa suara yang hangat, mulus, kaya seperti cokelat panas
3. Prosody: irama
4. Pace: atur kecepatan bicara, cepat, lambat, atau diam
5. Pitch: tinggi rendah suara
6. Volume

Tuesday, September 23, 2014

Perkalian 4x6 dan 6x4 Itu Beda

Memang kebiasaannya orang Indonesia berdebat soal remeh mungkin ya. Contohnya ini.

Orang yang mengatakan bahwa 4x6 dan 6x4 itu sama, biasanya adalah mereka yang mengutamakan hasil. Kalau hasilnya sama, kenapa harus peduli proses, mungkin begitu kira-kira.

Orang yang mengatakan bahwa 4x6 dan 6x4 itu berbeda, biasanya mereka lebih mendahulukan proses dibanding hasil. Proses harus benar dulu, baru bicara hasil. Maka guru dalam kasus diatas tidak salah. Dia ingin muridnya mengikuti proses berpikir sesuai dengan yang ingin ia tanamkan. Namun sayangnya kakak si murid berpikir terlalu cepat tanpa lebih dulu memahami proses dan konteks apa yang sedang diajarkan ke adiknya.

Pengandaian soal proses dan hasil ini sebenarnya bisa juga kita temui di dunia hukum. Contoh, Luthfi Hasan Ishaaq divonis bersalah karena dianggap korupsi. Yang mengutamakan hasil tentu hanya melihat apa yang ada di permukaan. Bahwa LHI ditangkap KPK, bahwa siapapun yang ditangkap KPK pasti bersalah. Maka PN memutuskan bahwa dia bersalah, PT dan MA juga sama. Semua berpandangan bahwa para hakim yang memutuskan vonis LHI adalah orang jujur yang langka di negeri ini, jadi tidak mungkin salah vonis. Sementara yang mengutamakan proses tentu ingin melihat detailnya dulu. Apakah benar ada kerugian negara akibat tindakan LHI? Apakah ada perubahan kebijakan gara-gara intervensi LHI? Uang siapakah yang dicuci oleh LHI? Apakah ada hubungan antara kerugian negara dengan jumlah istri LHI? Jika tidak ada, mungkin hasilnya akan tetap sama. LHI harus tetap dihukum untuk selamatkan muka jaksa KPK dan para hakim Tipikor yang mulia itu. Namun proses jelas menunjukkan hal yang berbeda.

Dalam dunia pengobatan, 1x3 dan 3x1 hasilnya beda. Kode 1x3 di resep dokter diartikan para apoteker bahwa tiap hari obatnya 3 butir harus dimakan sekaligus. Sebaliknya kode 3x1 diartikan bahwa dalam sehari obatnya harus dimakan 3 kali, masing-masing 1 butir. Totalnya sama, 3 butir obat dalam sehari. Tapi 3x1 berarti obatnya dimakan sedikit demi sedikit, pagi, siang, malam. Sedangkan 1x3 dapat menyebabkan overdosis, penumpukan obat pada satu waktu, bisa memberatkan kerja ginjal!!

Si guru seharusnya tidak langsung menyalahkan jawaban muridnya. Proses bisa jadi salah namun hasil tetap betul. Si murid mestinya berhak dapat nilai setengah untuk tiap soal yang disalahkan.

Saturday, September 20, 2014

Persipura Levelnya Asia

Berhasilnya Persipura maju hingga semi final kejuaraan sepakbola kasta kedua Asia, piala AFC, prestasi yang hebat. Sudah lama sekali klub Indonesia tidak unjuk gigi cukup jauh di kompetisi Asia, mungkin sejak jamannya Kramayudha Tiga Berlian dan Pelita Jaya dulu. Setidaknya ada kualitas yang menunjukkan bahwa kompetisi lokal kita ada hasilnya.

Namun ini belum ada apa-apanya mengingat AFC hanya boleh diikuti para juara liga kasta kedua pula di Asia. Tidak ada peserta dari liga Jepang, liga Korea, bahkan liga Arab Saudi. Jadi ini hanyalah sekedar pemberian kesempatan berkompetisi bagi negara-negara dengan mutu sepakbola yang rendah. Sekalian saja nanti diadakan pula piala dunia antar klub kasta kedua. Mungkin lawannya dari Eropa berasal dari juara liga Bosnia, liga Siprus, liga Lithuania. Dari benua Amerika mungkin dari liga Panama, liga Dominika, liga Suriname.

Friday, September 19, 2014

Formasi Pohon Cemara untuk Manchester United

Dengan tambahan 6 pemain baru, Manchester United memperbarui kapasitas mereka dalam mengarungi liga primer musim ini. Radamel Falcao menyegarkan pilihan di barisan depan setelah dilepasnya Danny Welbeck dan Javier Hernandez. Angel Di Maria, Ander Herrera, dan Daley Blind menambah energi di lini tengah yang tak berdaya setelah lewatnya era Ryan Giggs, Paul Scholes, Shinji Kagawa, dan Nani. Sementara di belakang, lemahnya pertahanan Man Utd setelah memudarnya era Rio Ferdinand, Nemanja Vidic, dan Patrice Evra, sedikit diobati dengan kedatangan Luke Shaw dan Marcos Rojo.

Namun Louis Van Gaal harus cukup cerdas untuk mengakomodasi kebutuhan para bintang baru untuk membuktikan diri di satu sisi, dan keberadaan para bintang lama seperti Wayne Rooney, Robin Van Persie, Michael Carrick, Antonio Valencia, Ashley Young, Adnan Januzaj, Phil Jones, Chris Smalling, Johnny Evans, Rafael Da Silva. Keputusan-keputusan berat harus diambil LVG sepanjang musim ini.

Salah satu formasi yang ramai dibicarakan di masa lalu adalah formasi pohon cemara yang dipopulerkan oleh Carlo Ancelotti di AC Milan. Format 4-3-2-1 menempatkan 4 orang bek di belakang dan 3 gelandang di depan para bek. Salah satu kombinasinya adalah Andrea Pirlo, Gennaro Gattuso, Massimo Ambrosini. Di depan adalah 2 gelandang serang, biasanya diisi Kaka dan Clarence Seedorf. Sedangkan di puncak pohon ada Andriy Shevchenko. Hasilnya adalah sebuah tim unik yang sangat disegani di liga serie A maupun kompetisi Eropa.

Cocokkah formasi pohon cemara untuk Man Utd masa kini? Bisa jadi, mengingat mereka punya bahan bakar untuk itu. Di belakang, posisi back-four bisa diisi oleh Rafael, Evans, Rojo, Shaw. Ditengah, ada Di Maria, Blind, dan Herrera. Di depan gelandang, ada Van Persie dan Rooney. Lalu di ujung paling depan ada Falcao.

Akankah pilihan formasi ini cukup ampuh? LVG mungkin akan sering gonta-ganti formasi. Tapi formasi pohon cemara ini layak dicoba suatu saat. Menurut Anda?

Tuesday, September 9, 2014

Pengalaman Pindah KTP ke Kalibata City, Rawajati Jakarta Selatan

Sebenarnya kami sudah sekitar 5 tahun berdiam di Bekasi. Namun mengingat tempat kerja yang cukup jauh dari rumah, lelah akibat bermacet-macet ria setiap hari, kami memutuskan pindah mendekati tempat kerja, di kawasan Jakarta Selatan. Tempat tinggal baru kami lokasinya di kelurahan Rawajati, kecamatan Pancoran, DKI Jakarta.

Mengikuti prosedur resmi memang merepotkan. Mudah-mudahan prosedur kependudukan di masa depan jadi lebih mudah, toh sekarang semua sudah serba elektronik, e-KTP, dan presiden barunya konon adalah satrio piningit yang digadang-gadang akan mendatangkan angin perubahan besar di negeri ini. Uhuyyyy......

MULAI DARI TEMPAT ASAL

Di Bekasi kami mengurus surat pindah dulu. Minta formulir surat pengantar dari Sekretaris RT, lalu tanda tangan Ketua RT, lalu tanda tangan Ketua RW. Ini saja sudah butuh beberapa hari, mengingat saat mengurus itu kami sebenarnya sudah tinggal di Jakarta, jadi tidak bisa tiap hari ke Bekasi. Untung ada tetangga yang mau membantu memintakan tanda tangan ke Pak RT dan RW. 

Setelah itu kami bawa surat pengantar beserta syarat lainnya (seingat saya KTP dan KK serta fotokopinya) ke kelurahan Mustikajaya, domisili kami saat itu. Di kelurahan syarat-syarat dicek, lalu dibuatkan pengantar lagi untuk dibawa ke Disdukcapil Kota Bekasi. 

Namun mengingat kesibukan kami yang tidak memungkinkan untuk bolak-balik cuti mengurus kesana-kemari, petugas kelurahan yang baik itu menawarkan untuk menguruskan ke Disdukcapil. Maka setujulah kami, tentu dengan tambahan biaya sukarela sekedar ongkos transportasi dan uang lelah, serta tambahan request untuk dibuatkan semacam surat keterangan berkelakuan baik atau SKCK.

Seminggu kemudian kami datangi lagi kelurahan dan surat pindah sudah selesai. Plus, surat yang mirip SKCK tapi hanya ditandatangani pejabat kelurahan. Yah, sekedar buat syarat untuk mengurus KTP DKI yang masih membutuhkan itu. Kartu e-KTP kami pun tetap kami pegang karena katanya proses pencabutannya akan dilakukan oleh pihak kelurahan tujuan. 

LANJUT KE TEMPAT BARU

Maka sasaran kami berikutnya adalah Rawajati. Karena tinggal di rumah susun, kami butuh surat pengantar dari pengelola. Berbekal fotokopi surah pindah, KTP dan KK, kami datangi kantor CS Kalibata City di tower Raffles. 

Singkat cerita, beberapa hari kemudian barulah surat pengantar pengelola itu jadi. Langkah berikutnya adalah membawa semua persyaratan dan surat pengantar tadi ke Ketua RT yang lokasinya di luar kompleks.

Kalibata City ada dalam lingkup RT 01 RW 04. Ketua RT rumahnya ada di gang belakang. Dari pintu keluar motor, kearah kanan (arah belakang Kalibata City). Ketemu gang pertama di sebelah kanan langsung belok kanan, rumah Pak RT tidak terlalu jauh dari mulut gang. 

Beliau cukup ramah. Kasihan juga sebenarnya sama Pak RT karena ketiban kerjaan mengurusi administrasi orang se-Kalibata City. Inilah buruknya pengelolaan rumah susun ini. Sampai urusan RT dan RW saja belum difasilitasi di lingkungan Kalibata City dan harus menumpang ke RT sebelah. Merepotkan orang saja.

Singkat cerita, surat pengantar RT selesai, lalu dibawa ke Ketua RW. Rumah beliau, dari mulut gang rumah Pak RT, terus ke arah belakang, susuri gang di pinggir rel, lewati sampingnya masjid, terus kearah selatan, tidak jauh dari kantor kelurahan Rawajati yang sedang direnovasi. 

Jadi, sesungguhnya kantor kelurahan kami itu ya disitu, tapi karena sedang dibangun ulang, maka pindah ke kantor sementara yang lokasinya masuk gang pas di seberang rel kereta, seberangnya halte stasiun Pasar Minggu Baru. Renovasi kantor kelurahan itu sudah berbulan-bulan, tapi belum juga ada tanda-tanda kapan akan dipakai lagi. Merepotkan.

LANJUT KE KELURAHAN BARU

Setelah tanda tangan Ketua RW didapat, kami pun ke kantor (sementara) kelurahan Rawajati bersama syarat-syarat yang sudah ditentukan. Mulailah kami temukan permasalahan satu-persatu. 

Masalah pertama: dari kelurahan kami harus membawa lagi surat pengantar itu ke Disdukcapil Jakarta Selatan. Karena kami masih awam dan repot, akhirnya si petugas kelurahan mau membantu menguruskan itu, tentu tak lupa kami bekali dengan sedikit uang transport.

Beberapa minggu kemudian kami kembali ke kelurahan dan bertemu petugas yang sama. Masalah kedua: alamat tujuan di surat pindah dari Bekasi salah, akibatnya di sistem online data kami tidak bisa ditarik oleh petugas administrasi kelurahan Rawajati. 

Ternyata petugas Disdukcapil Bekasi memasukkan kelurahan Kalibata di kolom alamat tujuan. Saran dari petugas admin Rawajati: pergi ke kantor kelurahan Kalibata, minta ke petugas disana untuk pindahkan data kelurahan kami di sistem itu dari Kalibata ke Rawajati. Namun sekali lagi dengan alasan kesibukan kami, petugas kelurahan pun bersedia membantu menguruskan hal itu.

Beberapa hari kemudian kembali lagi kami berkunjung ke kelurahan. Data kami berhasil ditarik oleh petugas admin kelurahan Rawajati, lalu di-print. Nah, masalah ketiga: istri saya menemukan kesalahan tanggal lahir. Padahal di e-KTP Bekasi sudah diperbaiki dan datanya benar. 

Tapi kata si petugas kelurahan Rawajati, data yang di Disdukcapil masih dengan tanggal lahir yang salah itu. Kok bisa, data di sistem Disdukcapil berbeda dengan data e-KTP. Jadi esensi sistem online itu dimana ya??? 

Akhirnya, si petugas menyarankan kami untuk ke Disdukcapil Jaksel dulu untuk memperbaiki kesalahan tanggal lahir. Tapi kali ini dia menolak untuk membantu menguruskan. Terpaksalah kami sendiri yang harus pergi kesana.

Singkat cerita, kami ke kantor Disdukcapil Jaksel yang lokasinya di kawasan Radio Dalam. Silakan cari di peta, lokasi sesungguhnya. Kami naik taxi kesananya. Ternyata urusan cukup mudah, cukup membawa Akta Kelahiran dan fotokopinya. Pelayanan cukup baik dan cepat. Lalu data tanggal lahir istri pun terkoreksi.

AKHIRNYA

Maka beberapa hari kemudian, kami kembali ke kelurahan Rawajati. Sekarang KTP dan KK sudah bisa dicetak. Jika Pak Lurah sedang ada di tempat, KTP pun langsung ditandatangani dan selesai hari itu juga. 

Alhamdulillah.... akhirnya punya KTP DKI, walaupun tidak berbentuk e-KTP. Di Bekasi dulu sudah pakai e-KTP, di DKI justru masih kartu berbahan kertas. Geleng kepala. Untuk KK, setelah dicetak, prosedurnya adalah tanda tangan kepala keluarga dulu, lalu minta tanda tangan Pak RT, lalu bawa lagi ke kelurahan untuk tanda tangan Lurah, lalu aslinya untuk kita sendiri sedangkan salinannya diberikan ke Ketua RT. 

Fiuhhh, selesai juga urusan bolak-baliknya. Akhir cerita, kami punya KTP DKI, lewat prosedur yang cukup resmi, dan bisa mengurus urusan kependudukan lainnya di DKI berbekal kartu itu.

Sunday, September 7, 2014

Pengalaman Mengurus Pendaftaran Haji di Jakarta Selatan

Berangkat haji adalah salah satu rukun Islam, kewajiban sekali seumur hidup. Kini semakin sulit bagi muslim dari luar Arab Saudi untuk berhaji. Selain karena biaya perjalanan yang semakin tinggi, juga kapasitas alias daya tampung tanah suci yang tidak sebanding dengan banyaknya minat muslim dari seluruh dunia untuk berhaji. 

Maka tiap negara diberi kuota tahunan. Dari tahun ke tahun waiting list makin panjang.

Kami sudah menyiapkan beberapa keperluan untuk mendaftarkan diri ke kementerian agama (Kemenag). Tentu yang paling penting adalah uang. Kita harus memasukkan uang itu ke tabungan haji di salah satu bank yang terkoneksi dengan Siskohat. Jumlahnya harus diatas 25 juta rupiah per orang/rekening sebagai batas minimal boleh mendaftar. 

Lalu kita harus terus menambah tabungan itu karena pelunasan menjelang berangkat nanti juga harus melalui bank yang sama. Tabungan itu baru bisa ditutup sepulang kita dari mengerjakan haji. 

Dari bank kita memperoleh bukti tabungan. Kebetulan kami menabung di bank Muamalat. Petugas bank memberi kami bukti tabungan yang sudah dilegalisir sebagai syarat pendaftaran.

KTP, KK dan buku nikah serta semua fotokopi harus disiapkan. Untuk surat keterangan sehat, bisa disusulkan, toh ketika akan berangkat kita harus membuat surat itu lagi. Membuatnya harus di Puskesmas atau rumah sakit pemerintah. 

Kita mendaftarkan diri sesuai alamat di KTP. Karena sudah sah jadi warga Rawajati, maka kami mendaftar haji ke Kantor Kemenag Jakarta Selatan. Lokasinya di Warung Buncit. Dari arah Mampang, lokasinya menyempil persis sebelum perempatan Republika/Pejaten Village. Masuk lewati gerbang lalu terus saja ke belakang hingga ketemu parkiran motor. 

Kantor urusan haji berada di bagian paling belakang dan harus naik tangga hingga lantai 3. Pendaftar haji tiap harinya tentu tidak terlalu banyak. Biasanya jam 8 sudah buka, dan jam 11 sudah sepi. 

Kami masukkan seluruh berkas ke loket lalu disuruh mengisi formulir. Menunggu sebentar lalu disuruh berfoto. Kemudian kami menerima surat SPPH. 

Dari situ kami diarahkan ke gedung paling depan yang ternyata adalah gedung koperasi pegawai Kemenag. Naik lift ke lantai 4, lalu ambil pasfoto yang sudah dicetak plus CD yang berisi file JPG pasfoto itu. Jangan lupa bayar 75 ribu rupiah ke kasir.

Dari sana kami bergegas menuju bank Muamalat kembali dengan membawa SPPH dan pasfoto itu untuk memproses transfer uang 25 juta ke rekening Kemenag. Di bank kami memperoleh bukti transfer dan surat BPIH yang berisi NOMOR PORSI. Kalau suami istri, biasanya nomor porsinya berurutan, jadi insya Allah berangkatnya nanti bersamaan. 

Salinan surat itu kami bawa kembali ke Kemenag (ke loket yang pertama tadi) dan diberikan tanda terima. Selesai sudah urusannya saat ini. Petugas Kemenag mengatakan, sesuai kuotanya, kemungkinan kami baru berangkat sekitar 13 tahun lagi. Wuihhh lamanya. 

Alhamdulillah. Minimal sudah merintis niat dan membuka jalan. Mudah-mudahan kapasitas tanah suci bisa terus meningkat agar waiting time bisa lebih singkat. Amiin. 

Silakan sekali-sekali cek di website Kemenag ini soal waiting list.