Percayakah Anda jika dikatakan bahwa sebagian terhukum kasus korupsi di Indonesia sebenarnya hanyalah korban sistem hukum belaka? Pasti tidak. Kita sudah telanjur diyakinkan bahwa hakim-hakim Tipikor kita adalah manusia langka yang ideal, tak bakal salah dalam memvonis, nyaris 100% pasti benar dakwaannya, tak mungkin sembarangan. Setelah dipusingkan dengan logika hukum kasus LHI, sekarang kita kembali pusing dengan kasus Indar Atmanto. Dalam kasus LHI, bukti yang ada hanyalah pengakuan orang lain (Fathonah) yang memperalat nama si terhukum untuk kepentingannya sendiri. Kerugian negara tidak ada, kebijakan negara tidak terpengaruhi, si terhukum tidak terbukti menerima sogokan, tapi hukumannya tetap saja dibuat sefantastis mungkin, seakan tidak takut bahwa si pengadil sendiri akan diadili pula suatu ketika nanti.
Dalam kasus Indar Atmanto, kesalahan yang dituduhkan adalah praktik bisnis yang lumrah dijalankan oleh semua penyedia layanan internet. Jika apa yang dilakukan IM2 adalah korupsi dan melanggar hukum, berarti ISP lainnya juga korupsi dan melanggar hukum, dan seluruh direktur utama ISP di Indonesia harus masuk penjara dengan durasi yang sama pula. Pihak yang membuat regulasi, Kemkominfo, sudah menyatakan tidak ada masalah dengan pola bisnis IM2, seluruh masyarakat telekomunikasi sudah melayangkan surat, tapi dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, hingga Mahkamah Agung semua tetap tak bergeming. Inilah lembaga yang isinya orang-orang langka di Indonesia, orang paling adil, paling ideal, paling dibutuhkan, paling diandalkan, paling terhormat, paling suci.
Korupsi di Indonesia adalah penyakit menular, wabah yang mengerikan. Korupsi terstruktur tanpa kompromi. Mungkin bagi sebagian kalangan, tak apalah, demi membunuh penyakit yang sangat kronis ini, beberapa TUMBAL mesti terjadi. Tapi bagi saya, menghukum orang tanpa kesalahan yang jelas adalah kesesatan yang nyata dan gamblang sekali. Mengerikan.
No comments:
Post a Comment