Pada kejuaraan piala Thomas dan Uber minggu lalu, sebenarnya tim Indonesia ditargetkan cukup tinggi. Tim Uber ditargetkan masuk final dan tim Thomas targetnya juara. Namun apa daya, tim Uber hanya sampai perempat final, tim Thomas hanya sampai semi final. Ternyata harapan yang digantung tinggi tidak akan mudah tercapai jika kapasitas dan kualitas masih pas-pasan.
Tim Uber kita dikalahkan oleh tim tuan rumah India yang memang punya kualitas di sektor tunggal. Tim kita seolah menganggap remeh India yang memang jarang jadi kekuatan dunia. Padahal jika mau berkaca di rangking dunia, pemain India levelnya lebih bagus. Intinya, meremehkan adalah kebiasaan buruk yang tidak pantas dilakukan oleh tim yang katanya kelas dunia.
Tim Thomas kita ditaklukkan oleh Malaysia, yang awalnya memang hanya pasang target hingga semi final. Padahal Malaysia punya pemain tunggal utama yang masih nomor satu dunia. Indonesia punya pemain ganda juara dunia, tapi ternyata mentalnya masih buruk. Mereka tidak bisa diharapkan untuk mencuri poin setelah tim tertinggal dari kekalahan tunggal pertama. Intinya, mental yang labil akan mudah digoyahkan oleh semangat nothing to loose. Malaysia nothing to loose karena mereka memang sudah mencapai target: maju sampai semi final.
Yang luar biasa adalah Jepang. Tim Uber Jepang masih belum mampu imbangi Tiongkok di final. Tapi tim Thomas mereka bisa kalahkan Tiongkok di semi final lalu kalahkan Malaysia di final. Selain faktor kualitas pelatihan mereka, ini juga cermin dari kesabaran mereka membina generasi muda. Potensi pemain muda mereka terus bermunculan, bahkan pemain yang sebelumnya hanya juara yunior langsung bisa bermain dan berperan penting di tim seniornya. Strategi pelan namun pasti berhasil mendobrak kekuatan tradisional yang hanya mengandalkan nama besar di masa lalu. Bravo!!
No comments:
Post a Comment