Sunday, May 25, 2014

(Siapa yang Tidak) Generalis atau Spesialis

Diskusi tentang metode kerja karyawan sering menyentuh satu topik: seberapa luas lingkup pekerjaan maupun pengetahuan yang dibutuhkan untuk melakukannya. Ketika seorang lulusan fakultas kedokteran baru saja memperoleh gelar dokternya, maka dia bisa bekerja sebagai General Practitioner (dokter umum). Setelah beberapa tahun kemudian, dengan pendidikan lanjutan dan pengalaman tambahan, dia bisa menjadi seorang dokter spesialis.

Di perusahaan, umumnya seorang karyawan memulai dari level bawah sebagai spesialis: spesialis komputer, spesialis akuntansi biaya, spesialis pembelian barang. Seiring bertambahnya pengalaman dan program pelatihan yang disediakan, mungkin dia akan berpindah menjadi generalis sedikit demi sedikit: supervisor, general manager, direktur utama. Tidak ada yang perlu dipertentangkan antara generalis dengan spesialis. Generalis perlu tahu banyak hal meskipun hanya kulitnya saja. Spesialis perlu tahu beberapa hal spesifik dan membedah keahliannya hingga masalah yang terperinci. Semua dibutuhkan, bahkan jika perlu menjadi Versatilis: punya spesialisasi tertentu, namun bisa menyesuaikan diri jika dibutuhkan di lingkup kerja yang ada di luar spesialisasinya. Inilah yang agaknya lebih dibutuhkan: kemampuan penyesuaian diri.

Berikut sedikit cerita tentang pedagang makanan yang terlalu 'fasih' akan spesialisasinya:

Penjual: "Silakan duduk Mas. Mau pesan apa?"
Pembeli: "Emang jualan apa aja?"
Penjual: "Ada lele goreng, bawal goreng, nasi goreng, ayam goreng, ayam bakar."
Pembeli: "Saya ayam bakar aja deh, satu."
Penjual: "Ayamnya dada apa paha Mas?"
Pembeli: "Paha aja deh."
Penjual: "Paha kiri apa paha kanan?"
Pembeli: (???) "Yang KANAN aja Mas, biar sopan."     *kalem

No comments:

Post a Comment