Demokrasi mensyaratkan kepemimpinan dipilih oleh suara terbanyak. Ketika setiap orang punya satu hak suara, maka pemimpin terpilih adalah hasil pilihan langsung seluruh rakyat. Tugas awal pemimpin adalah memenuhi ekspektasi para pemilihnya, dan BERDAMAI DENGAN RAKYAT YANG TIDAK MEMILIHNYA. Sadar tidak sadar, pemilihan presiden secara langsung adalah metode menentukan presiden lewat KONFLIK di level nasional. Masa setelah pilpres adalah masa rekonsiliasi kekuatan nasional yang sebelumnya bertentangan, bersaing, dan saling agitasi agar kembali fokus pada satu agenda bersama.
Rekonsiliasi sebenarnya hanya semacam gencatan senjata semata. Setelah presiden baru terpilih, dia harus menjalankan tugas bersama kelompok pendukungnya. Tidak selamanya program mereka benar dan tepat. Tetap harus ada pembanding yang terbuka dan kritis. Maka oposisi adalah keniscayaan kalau bukan kewajiban. Fungsinya untuk menjaga keseimbangan dan sebagai mekanisme pemeriksaan kebenaran, juga kendali mutu.
Jokowi dan JK adalah presiden dan wakil terpilih. PDIP, PKB, dan mungkin Golkar, PPP dan Demokrat adalah pengusung program Jokowi dalam penetapan anggaran dan undang-undang. Namun Gerindra, PAN dan PKS wajib menjadi oposannya. Tidak boleh ada TAWARAN dari pihak Jokowi agar ketiga partai itu bergabung dalam koalisinya. Tidak benar pula jika ketiga partai itu mengusulkan kader mereka, misalnya, masuk dalam kabinet Jokowi.
Masa 5 tahun ke depan, kabinet dan pendukungnya di parlemen dikuasai kelompok LIBERAL DEMOKRAT. Maka kelompok KONSERVATIF REPUBLIKAN yang jadi oposisinya. Jangan dicampur-campur lagi. Jika ada tukar-tukaran posisi, disitulah OPORTUNIS berada.
Kembali ke definisi awal, apakah ini artinya sebagian besar rakyat Indonesia penyokong liberalisme? Tentu saja. Sadar tidak sadar, apapun jargon idealis yang dipakai, mereka berpihak pada liberalisme. Liberalisme bukan sekedar sistem pasar bebas tanpa pemerataan sosial yang menguatkan. Liberalisme juga ada dalam pemikiran, ketika agama bukan lagi penuntun utama kehidupan. Liberal itu menuntut penyamaan derajat semua agama. Bahwa agama adalah pilihan bebas dan boleh dipertukarkan sesuai situasi pribadi.
Agama dalam liberal bukanlah candu. Agama dianggap sebagai pewarna hidup masyarakat yang bisa dikelola agar menguntungkan pemilik modal. Agama harus ditundukkan pada level yang sama dengan ras dan kecenderungan gender. Dua level di bawah kepentingan ekonomi. Satu level di bawah kepentingan nasional. Na'udzubillahi min dzalik.
No comments:
Post a Comment