Saya mendapatkan smartphone ini dari Wellcomm setelah beberapa minggu menunggu. Sistem demand and supply Asus sepertinya tidak memprediksi dengan baik minat pasar terhadap seri Zenfone mereka sehingga yang terjadi kok seperti indent mobil! Ini bukan soal larisnya produk namun lebih ke soal logistik.
Saya tertarik memiliki Zenfone 4 lebih karena harganya yang murah, hanya 1,1 juta rupiah. Alasan lain adalah karena saya lebih suka pakai barang yang jarang dipakai orang lain, agak eksklusif, berani beda, non konvensional. Akhirnya ketemulah dengan Zenfone 4 berbasis prosesor Intel, layar 4 inci, Android Jelly Bean 4.3. Memang ada pula seri Zenfone 5 dan 6, namun saya mencukupkan diri dengan Zenfone 4 karena bentuk, ukuran dan harga yang cocok di kantong.
Membuka kotaknya, saya temukan isinya adalah ponsel itu sendiri, charger berbasis micro-USB, dan 2 baterai!! Jadi kapasitas baterai ponsel ini hanya 1200 mAh, maka produsen sepertinya merasa kurang enak dan kemudian memberi bonus baterai cadangan untuk memperpanjang masa pakai harian. Mungkin begitu. Pada prakteknya kemudian, saya biasa charge malam hari menjelang tidur, untuk pemakaian normal, sedikit Whatsapp, sedikit browsing, sedikit menelpon, baterai ini masih bisa bertahan hingga menjelang tidur lagi di malam hari. Jika pemakaian lebih berat, saya akan tancapkan ke port USB di komputer kantor agar bisa dipakai sampai malam saat pulang ke rumah.
Hal teknis lain yang harus jadi pertimbangan saat membeli adalah SIM card. Ponsel ini menggunakan microSIM, bukan miniSIM seperti normalnya ponsel lain. Dengan kata lain, kita harus beli microSIM card dari operator, yang ukurannya lebih kecil dari miniSIM biasa, yang umumnya dipakai untuk iPhone. Pada prakteknya, saya kebetulan punya microSIM cutter untuk memotong miniSIM agar ukuran dan bentuknya sesuai dengan port microSIM. Harganya 30 ribu saja tapi hasilnya sering tidak begitu rapi sehingga harus dirapikan lagi menggunakan gunting. Port microSIM ada dua, jadi saya bisa masukkan microSIM card utama saya, Simpati, yang biasanya untuk voice, serta microSIM card kedua, Tri, yang dipakai untuk akses data.
Layarnya sudah menggunakan Gorilla Glass dan cukup glossy. Saya coba di bawah sinar matahari, cukup silau, tulisan tidak terbaca dengan baik. Mungkin boleh juga ditambahkan anti glare. Layar seukuran 4 inci jika digunakan untuk membaca Al-Quran maka hurufnya jadi jauh lebih kecil dibanding menggunakan tablet. Tapi untuk keperluan membaca ini sudah cukup memadai, meskipun mata kadang lieur juga.
Memori internal ada 8 GB, tapi sudah terpakai pre-installed separonya. Jadi hanya 4 GB tersisa untuk aplikasi dan data tambahan. Silakan tambahkan microSD card jika diperlukan.
Kamera belakang 5 MP, sedangkan kamera depan hanya VGA. Mengingat tak ada flash, maka gunakan kameranya dalam situasi terang agar hasilnya baik. Secara teoritis, 5 MP sebenarnya standar untuk fotografi ponsel. Dengan sedikit kreatifitas dan kesadaran akan keterbatasan kamera, kita masih bisa mendapatkan hasil gambar yang bagus di beberapa situasi yang pas.
Beberapa aplikasi bawaan dari Asus ternyata cukup menarik. Aplikasi Do It Later mengintegrasikan beberapa skedul atau task yang enak dilihat dan digunakan sebagai reminder. Aplikasi What's Next dan Calculator bisa ditampilkan di lock screen. Asus juga punya cloud storage-nya sendiri, serta fungsi radio FM yang tetap membutuhkan bantuan headphone sebagai antena dadakan.
Secara umum, ukuran ponsel ini cukup tipis dan memadai untuk dipegang oleh satu tangan. Body dan layar agak licin, kadang terasa cukup hangat di body belakang. Untuk level smartphone 1 jutaan, Asus Zenfone 4 jelas tidak terkesan murahan.
No comments:
Post a Comment