Judul diatas seberapa provokatif untuk Anda?
Tidak politik, tidak olahraga. Kaum kelas menengah Indonesia mestinya jadi penggerak kemajuan peradaban bangsa. Tapi sejauh yang saya lihat hingga hari ini, mereka hanyalah budak konsumerisme dan robot kapitalis penguasa media belaka.
Pemimpin kita yang terbaru contohnya. Takkan menang tanpa pencitraan. Siapa yang memoles citranya? Pemilik modal asing. Siapa yang jadi budak gombalisasi citra dan janjinya? Anak-anak muda kelas menengah, melek internet, berduit, merasa idealis, liberal, menganggap agama bagian budaya belaka. Siapa obyeknya? Jutaan warga miskin nusantara, yang lelah, yang punya hak pilih.
Contoh lainnya adalah timnas U-19 kita. Keberhasilan mereka juara ASEAN digoreng oleh media yang sama dengan yang mengorbitkan si pemimpin blusukan. Lalu fans timnas kita dibuai dengan cerita betapa hebatnya mereka. Pelepas dahaga puluhan tahun. Bisa kalahkan Korea Selatan sekali saja sudah dianggap hebat. Langsung target ke piala dunia pula. Hebat sekali pencitraan itu.
Ingatkah Anda timnas Primavera? Mereka juga timnas U-19. Ingatkah Anda siapa bintangnya? Kurniawan DJ dianggap penyerang terbaik kita yang pernah ada. Duetnya dengan Indriyanto dielu-elukan. Play maker-nya Bima Sakti. Di belakang ada Eko Purjianto, Yeyen Tumena, Aples Tecuari. Gawangnya dikawal Kurnia Sandi. Apakah mereka lolos ke piala dunia? Gelar juara apa yang mereka raih? Adakah bedanya dengan timnas sekarang?
Timnas kita takkan jadi hebat hanya karena cerita karangan media kapitalis. Sepakbola kita hanya akan maju jika kompetisi di akar rumput berjalan dengan baik. Tak ada gunanya membentuk timnas dengan TC jangka panjang yang melelahkan jiwa mereka. Lebih baik jalankan kompetisi amatir di seluruh wilayah secara spartan, pendidikan wasit dan pelatih dengan standar tinggi. Barulah hasilnya bisa dilihat setelah 10 tahun.
No comments:
Post a Comment