Saturday, October 11, 2014

Trotoar Adalah Hak Pejalan Kaki

Ada yg mengatakan bahwa panjang jalan di Jakarta ada sekitar 7200 km, tapi trotoarnya hanya 900 km. Jika ini benar, berarti memang menyedihkan sekali. Idealnya, semua jalan protokol di setiap sisinya ada PLAZA, bukan sekedar trotoar. Jalan Sudirman, Thamrin, Gatot Subroto itu jalan protokol jadi sisi kiri maupun kanannya harus ada jalur pedestrian yang lega saking lebarnya, masyarakat bisa beraktifitas sosial disana.

Mampukah pemda DKI mengorbankan hak pengguna kendaraan demi hak pejalan kaki? Semua pihak pastinya berharap keseimbangan saja sudah cukup. Menurut saya, harus ada keberpihakan. Tidak bisa memuaskan seluruh pihak. Jika harus ada yang diutamakan, maka hak pejalan kaki lebih tinggi daripada pengguna kendaraan. Jika suatu ruas jalan sudah terbatas tak bisa dikembangkan, maka ruang untuk kendaraan bermotor harus disediakan seukuran yang minimal, agar trotoar dan selokan tetap tersedia walaupun hanya di satu sisi.

Kenyataan yang ada saat ini, dimana misalnya trotoar dikuasai oleh preman parkir, kaki lima, adalah contoh kebingungan pemda DKI. Mereka hampir tak punya visi bagaimana sebuah kota yang baik itu ditata. Ada contoh lain misalnya di ruas Pasar Minggu-Pancoran, trotoar justru diisi pot besar berjejer berisi tanaman. Trotoar yang seharusnya bisa dilewati dengan nyaman oleh pejalan kaki, malah jadi jalur mati yang tak berguna. Di lokasi lain, yang dinamakan trotoar hanyalah sebuah jalur beton cor penutup selokan yang disana-sini menganga atau tidak rata. Di tempat lain, yang namanya trotoar hanyalah sekedar jalan setapak di pinggir jalan, banyak lubang becek atau sekedar ditutupi pecahan batu.

No comments:

Post a Comment