Pendapat Dr. Rizal Ramli tentang apa yang terjadi di awal rezim Jokowi layak untuk didengar. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak jauh dari nafas neo-liberalisme. Salah satunya ya soal subsidi.
Pemerintah membayari sebagian beban rakyat, apakah salah? Saya lihat di satu sisi, subsidi mengurangi ruang gerak APBN. Di sisi lain, subsidi yang terarah bisa memacu produktifitas. Subsidi bisa seperti meminyaki mesin agar berputar lebih halus dan efisien.
Subsidi bensin premium dikurangi. Di satu sisi ini menambah ruang anggaran untuk infrastruktur. Di sisi lain, roda ekonomi semakin berat jalannya, karena harus ada penyesuaian harga dan multiplier effect di rantai suplai.
Subsidi elpiji 3 kg akan dikurangi. Di satu sisi, memang tetap masih lebih murah dibanding minyak tanah. Tapi berapa rumah tangga yang akan makin berat memenuhi kebutuhan gizi keluarganya? Dan berapa usaha sektor informal bidang makanan yang terpaksa menaikkan harga jualannya?
Subsidi kereta kelas ekonomi akan dicabut. Di satu sisi, yang kena dampak hanyalah beberapa rute jarak jauh dan itu sifatnya terbatas. Di sisi lain, kereta api sebagai satu moda transportasi yang reliable, jadi semakin tak terjangkau karena kelas yang paling murah saja masih relatif mahal harganya. Mobilitas rakyat pun sedikit banyak terganggu.
Belum lagi soal dihapuskannya Raskin (beras untuk rakyat miskin) dan naiknya tarif listrik 1300 W. Anggaran pendapatan dan belanja rumah tangga rakyat yang jadi sansaknya. Jadi, benarkah rakyat kecil yang dihajar duluan? Ataukah ini sekedar jamu yang pahit di awal tapi menyehatkan di akhir? Neoliberalis sedang berkuasa dan kita suka tak suka ya harus nrimo.
No comments:
Post a Comment