Bagi orang awam mungkin topik ini agak tak jelas. Semen? Maksudnya, bahan bangunan? Tapi untuk dokter spesialis andrologi ataupun para suami yang rumah tangganya belum dikaruniai momongan, kata "semen" bisa berarti obyek penting yang jadi bahan perhatian utama.
Apa saja kriteria "semen" yang baik?
Secara makroskopis, semen normalnya berwarna putih mutiara. Punya bau yang khas, pH antara 7.2 hingga 7.8, dan viskositas antara 1 sampai 5 detik.
Secara mikroskopis, jumlah spermatozoa yang dibawa oleh 1 mililiter semen normalnya diatas 20 juta. Dari jumlah itu, minimal 60%, atau sekitar 12 juta haruslah sperma yang masih hidup. Lebih banyak dari itu tentu lebih baik. Dan sperma yang bentuknya normal harus diatas 30%.
Jika diambil 100 sample sperma, maka jumlah sperma yang bergerak lurus dan cepat harus diatas 25%. Untuk menempuh jarak 0.1 mm, spermatozoa yang baik cuma butuh 1.6 hingga 2.4 detik saja. Sedikit dibawah itu masih cukup, tapi jika lebih dari 3.3 detik bisa dianggap kurang baik.
Selain itu diperiksa apakah ada sel-sel selain sperma di dalam semen. Misalnya sel darah putih, sel darah merah, epitel, kristal, bakteria, parasit, jamur dan lain sebagainya. Selain itu diperiksa pula apakah terjadi auto-aglutinasi atau penggumpalan sperma membentuk pulau-pulau gumpalan sperma.
Dari beberapa parameter diatas, dokter andrologi bisa membuat kesimpulan apakah ada masalah atau tidak. Jika semua normal, maka kondisinya disebut normozoospermia. Jika jumlah sperma kurang maka disebut oligozoospermia. Jika tak ada sama sekali maka disebut azoospermia.
Jika pergerakan sperma kurang baik, namanya asthenozoospermia. Namun jika tak ada satupun yang bergerak maka disebut nekrozoospermia. Dan jika bentuk sperma kurang baik, disebutlah dengan teratozoospermia. Lalu dokter bisa membuat rekomendasi pemeriksaan apa lagi yang harus dilakukan, apakah perlu cek hormon, immunologi, sitogenetik, bahkan biopsi testis.