Inggris vs Italia adalah gambaran pragmatisme. Setelah mencetak gol kedua, Italia tinggal menjaga kebersihan area penaltinya hingga pertandingan berakhir. Italia punya pemain handal untuk mencetak gol baik dari dalam maupun luar kotak penalti. Sementara Inggris, kemungkinannya lebih kecil untuk mencetak gol dari luar kotak. Namun untuk masuk ke dalam, kemungkinan umpan tersia-sia juga lebih besar.
Raheem Sterling cukup aktif bermain, seolah-olah lapangan lawan adalah tempat bermain 'happy feet' baginya. Selain dia, tak ada lagi yang benar-benar menonjol. Sturridge memberi secercah harapan namun tidak cukup cemerlang hari ini. Tidak Wellbeck, tidak Gerrard, tidak Rooney, apalagi Lallana. Baines saja parah.
Italia ternyata masih saja terlalu berpusat pada Pirlo. Bola dipantul pantul dari belakang ke depan lewat Pirlo. Bagaimana jika Pirlo dimatikan gerakannya? Untung Inggris tidak melakukan hal itu. Pirlo justru bebas pergi kesana kemari, termasuk membuat gerakan yang menipu Sturridge sebelum Marchisio menembak lurus mendatar tanpa bisa dihadang 4 kaki pemain Inggris dan 1 tangan Hart. Balotelli mengancam tapi 1 gol adalah hasil maksimal baginya. Darmian adalah wajah segar namun masih punya kelemahan elementer.
Italia akan selalu mencari cara untuk menang dalam tiap kejuaraan. Itulah Italian Job. Mereka tahu caranya untuk jadi juara, biarpun harus membuat bosan penonton. Mereka terbiasa menang dengan skor tipis, tapi menang adalah menang, tak ada yang lebih diinginkan daripada itu. Inggris kembali akan bertemu situasi lubang jarum. Biasanya dalam situasi ini, emosi pemain seperti Rooney akan keluar. Lawan selanjutnya adalah Uruguay, dan jika Suarez bertingkah, reaksi balik akan menarik. Drama emosional apalagi yang akan terjadi di pertandingan berikutnya?
Sunday, June 15, 2014
Italian Job untuk Kalahkan Inggris di Babak Awal PD 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment