Saturday, June 21, 2014

Wimar Witoelar, Gallery of Rogues, Bijaknya Komunikator Tua

Wimar adalah sosok fenomenal. Berikut adalah beberapa karakter yang bisa saya kutip dari 'www.tokohindonesia.com':

Lahir sebulan sebelum proklamasi kemerdekaan RI, Wimar anak bungsu seorang wedana. Setelah merdeka, ayahnya menjadi diplomat di Eropa, maka Wimar pun besar dalam nuansa Eropa. Saat anak seusianya masih senang baca majalah Kuncung, Wimar bacaannya sudah Time dan Newsweek. Tamat SMA Kanisius, dia lanjut ke Teknik Elektro ITB, 2 tahun sebelum G30S-PKI. Sebagai mahasiswa posisinya mentereng: ketua Dewan Mahasiswa ITB.

Setelah Orde Baru berkuasa, dia pun sempat menjadi aktivis yang membidani kelahiran Golkar di Jawa Barat. Posisinya saat itu memberinya kekuasaan untuk mengatur siapa Caleg Golkar Jawa Barat di Pemilu 1971. Maka masuklah gerbong aktivis mahasiswa ke dalam Golkar seperti Sarwono Kusumaatmadja, Rahman Tolleng, Marzuki Darusman, termasuk pula kakaknya, Rachmat Witoelar.

Setelah itu, ia pun berpisah haluan dari kakaknya yang tetap menjadi fungsionaris Golkar. Ia menikahi wanita Thailand, seorang dokter spesialis syaraf, dan kuliah di GW University USA. Haluan politiknya semakin jelas di tahun 1978, saat ia ditahan 6 bulan karena menggelar demonstrasi di kampus ITB menolak Soeharto sebagai Capres tunggal, dan mencalonkan dirinya sendiri sebagai calon presiden alternatif.

Wimar sempat menjadi dosen pascasarjana ITB dan profesor di Deakin University Australia. Namun dia menemukan passion di bidang konsultansi public relations. Dari kemampuan komunikasinya itulah dia tiba-tiba muncul lagi sebagai presenter talkshow Perspektif di SCTV. Perspektif bahkan sempat dibredel saat Orba masih berkuasa karena kritik-kritiknya.

Saat Gus Dur mulai mengalami perlawanan dari DPR hingga ia dimakzulkan, Wimar ikut mendampinginya, membantu sesuai kepakarannya dalam komunikasi. Dia merasa harus mendukung Gus Dur yang sangat pro demokrasi, mengedepankan pluralisme, HAM, dan anti militerisme, yang sedang dalam masa sulit.

Setelah istrinya meninggal, Wimar sedikit menyingkir dari politik. Namun tidak berarti dia berhenti bicara politik sama sekali. Dan dia mengakui bahwa dia tidak bisa netral. Tentu termasuk soal dukungannya kepada Jokowi. Sebagai penganut paham Citizen Politician dia tidak perlu menjadi tim sukses dulu untuk mendukung seseorang atau melawan orang lain. Termasuk ketika di Twitter ia memposting gambar yang menunjukkan seolah-olah semua pendukung Prabowo adalah "bad guy". Bahkan ia memasukkan Muhammadiyah dan HTI serta FPI dan Osama Bin Laden dalam gerbong yang sama.

Ini adalah gambaran bahwa Wimar tidak akan mampu memahami segalanya. Kecemerlangan otak tak pernah cukup. Visualisasi di twitter tersebut sangat dangkal dan mestinya permohonan maaf yang tulus sudah cukup untuk mencairkan suasana. Tidak perlu delete akunnya. Tidak perlu berseberangan dengan Islam. Menjadi tua dan bijaksana memang sulit.

No comments:

Post a Comment