Don't change the winning team. Louis van Gaal menurunkan skuat yang sama dengan saat mengalahkan Spanyol. Sementara Australia juga tetap menurunkan pemain senior, Tim Cahill dan Mark Bresciano.
Dan benar, dalam 2 menit terjadi 2 gol. Solo run Robben dibalas dengan first time volley Cahill. Belanda jadi tertekan. Pertahanannya agak goyah kehilangan kepercayaan diri menghadapi pergerakan Cahill, Bresciano, Jedinak, dan Leckie. Trio van Persie, Robben, Sneijder, jadi mandek. Bisa jadi kisah Brazil-Mexico terulang. Belanda yang diunggulkan tak berdaya di depan Australia.
Babak pertama berakhir imbang. Belanda kehilangan Martins Indi yang cedera dilanggar Cahill. Sebagai akibatnya, Australia akan kehilangan Cahill di pertandingan berikutnya karena akumulasi kartu. Australia hebat karena mampu menguasai lini tengah, dan Belanda harus puas hanya mampu melakukan serangan balik yang lebih sering mentok di lini belakang Australia yang sudah siap menyambut. Asumsi van Gaal salah soal lawannya.
Babak kedua dimulai, kita lihat apakah Belanda tetap tertekan. Yang jelas, van Persie juga akan absen di pertandingan berikutnya karena akumulasi kartu.
Tiba-tiba dunia berbalik melawan Belanda. Kemenangan melawan Spanyol jadi bumerang. Ya, bumerang Made In Australia. Janmaat handsball, penalti dieksekusi Jedinak, gol untuk pabrik bumerang.
Tak lama kemudian van Persie pun membuat kedudukan jadi imbang kembali. Status quo. Dalam status quo, provokasi banyak terjadi untuk menjatuhkan dan mengubah cara bermain lawan. Hingga menit 68. Saat itu, Depay membuat Belanda balik unggul setelah Australia nyaris mencetak gol ketiga. Drama.
Dan inilah 15 menit terakhir. Australia akan mengejar ketinggalan, termasuk memprovokasi wasit untuk memberi penalti kedua. Kaki pemain Belanda pasti gemetar melihat gelombang serangan Australia. Kerja keras buat De Jong.
Injury time. Siapa yang cetak gol, dialah yang lega. Sayang sekali, tak ada drama lanjutan. Belanda hampir pasti lolos, Australia tersingkir. Sekian.
No comments:
Post a Comment