Sunday, June 1, 2014

Piala Dunia Sepakbola, kok Kontroversial

Kejuaraan Piala Dunia Sepakbola (FIFA World Cup) adalah turnamen olahraga yang paling ramai sedunia. Tak ada yang mengalahkan jumlah penontonnya, bahkan Olimpiade sekalipun. CMIIW. Kejuaraan biasanya berlangsung hampir sebulan. Stadion-stadion besar berkapasitas minimal 40 ribu orang hampir selalu penuh di setiap pertandingan. Siaran langsung tiap pertandingan dipancarkan deras ke seluruh dunia. Banyak sekali uang yang terlibat, meski ini hanya sebuah cabang olahraga berisi 11 pemain, yang menghadapi 11 pemain lainnya, berebut penguasaan sebutir bola selama 90 menit.

Dengan besarnya perhatian penduduk seantero bumi dan aliran kapital yang deras, piala dunia selalu menuai kontroversi. Dengan kebutuhan akan arena besar berstandar internasional berjumlah minimal 8 stadion, piala dunia bukan masalah bagi negara-negara Eropa yang sudah punya infrastruktur siap sedia milik klub-klub kaya di liga reguler mereka. Berbeda jika penyelenggaranya bukan negara maju. Piala dunia 2010 di Afrika Selatan sempat terganggu persiapannya akibat mogok pekerja bangunan saat konstruksi stadion-stadion.

Di piala dunia 2014, kontroversi terkait persiapan juga terjadi. Brasil kita tahu adalah negara yang sedang terus membangun, dengan konsentrasi rakyat miskin yang masih cukup besar. Demonstrasi besar-besaran awalnya dipicu oleh kenaikan ongkos transportasi kota, kemudian membesar menjadi protes terhadap manajemen pengeluaran anggaran negara yang bukannya digunakan untuk membangun infrastruktur bagi rakyat banyak, malahan dipakai untuk memperbesar stadion-stadion mahal nan prestisius.

Piala dunia 2018 yang rencananya berlangsung di Rusia juga menuai kontroversi. Kelompok neo-nazi yang bermunculan di Rusia memunculkan sikap rasisme yang banyak ditolak. Ajakan untuk memboikot piala dunia di Rusia terutama berasal dari pemain-pemain keturunan Afrika yang selama ini juga sudah sering menjadi korban sikap rasis penonton Eropa. Selain itu, aneksasi Rusia atas Negara bagian Ukraina, Krimea, memunculkan kekhawatiran pula terhadap protes dunia internasional termasuk komunitas sepakbola.

Kontroversi lebih deras muncul setelah piala dunia 2022 diputuskan diadakan di Qatar. Dengan lokasinya di kawasan timur tengah, Qatar mewarisi iklim panas terutama di bulan-bulan Juni-Juli saat piala dunia biasanya diadakan. Jika penyelenggaraannya digeser ke bulan Desember, kontroversi akan bermunculan di mayoritas negara Eropa dan Amerika Latin yang biasanya pada bulan itu sedang ramai menggelar liga di negara masing-masing. Belum lagi soal waktunya yang berdekatan dengan hari Natal. Kontroversi yang cukup besar adalah dalam proses konstruksi yang melibatkan sangat banyak pekerja asing, terutama dari Nepal. Kasus keterlambatan dan kecilnya upah pekerja, serta keselamatan kerja yang kurang diperhatikan, menimbulkan kritik keras dari dunia internasional. Termasuk pula kritik soal biaya yang dikeluarkan Qatar, yang sampai 60 kali lebih besar dari biaya yang dikeluarkan Afrika Selatan di piala dunia 2010 (CMIIW), yang dengan ambisiusnya tidak hanya membangun stadion baru, malahan juga membangun kota baru di sekelilingnya. Namun kontroversi lebih berat muncul mengenai bidding (lelang) penetapan Qatar sebagai tuan rumah piala dunia 2022. Ada sinyalemen bahwa telah terjadi penyuapan saat voting diadakan, dan ini menambah keprihatinan terhadap piala dunia pertama di kawasan timur tengah ini. Jika tindak penyuapan ini terbukti, bisa saja voting diulang, dan upaya konstruksi yang sudah dilakukan Qatar jadi mubazir.

No comments:

Post a Comment