Tuesday, June 3, 2014

Pertandingan Balas Dendam

(http://sportige.com/the-best-champions-league-finals-in-history/)

Di televisi sering kita temukan siaran pertandingan sepakbola antar pemain tua alias pensiunan pesepakbola. Kadang disebut perang antar legenda, pertandingan persahabatan bintang legendaris, pertandingan amal dan sebagainya. Barusan saya saksikan pertandingan antara legenda Real Madrid versus legenda Juventus dalam rangka charity untuk Unesco. Sosok legenda yang paling relevan tentu saja Zinedine Zidane, yang pernah sukses bermain di kedua klub tersebut. Bintang lain yang ikut meramaikan tentu saja sosok seperti Pavel Nedved, Edgar Davids, Clarence Seedorf, Fernando Morientes, Emilio Butragueno.
 
Ide diatas sudah cukup baik. Namun ada ide yang lebih baik lagi menurut saya. Masih ingat final liga Champions 1999? Hingga menit 90 waktu normal, Bayern sudah memimpin 1-0, penonton sudah 95% yakin bahwa Bayern lah yang jadi juara, panitia sudah menempelkan nama Bayern di piala yang akan diserahkan di podium. Namun dua sepak pojok David Beckham di 3 menit injury time (CMIIW) membuyarkan bayangan pendukung Bayern yang sudah di depan mata. Perusak kebahagiaan yang menyambut umpan tendangan pojok itu bernama Teddy Sheringham dan Ole-Gunnar Solskjaer. Merekalah yang membalik cerita.
 
Nah, akan menarik bila belasan tahun kemudian, mumpung pelaku sejarahnya masih hidup, pertandingan itu direkonstruksi ulang. Adakan pertandingan amal dengan judul rekonstruksi balas dendam antara veteran Manchester United versus veteran Bayern Muenchen. Kebanyakan veteran itu saat ini masih berumur kepala 4 atau paling jauh kepala 5. Ryan Giggs masih bugar. David Beckham masih gagah, Solskjaer wajahnya tetap babyface. Gary Neville dan Peter Schmeichel masih sering mondar-mandir di televisi. Satukan kembali mereka selama 90 menit dengan Jaap Stam, Ronny Johnsen, Dwight Yorke, Andy Cole, Jesper Blomqvist, Dennis Irwin dan Nicky Butt. Untuk memberi kesan sentimentil, ikutkan juga Paul Scholes dan Roy Keane yang tidak bisa bermain kala itu karena akumulasi kartu kuning.
 
Di pihak lawan, tentu saja kita harus hadirkan Lotthar Matthaeus, sang libero kawakan yang sangat gusar melihat gol-gol Man Utd yang terjadi hanya 10 menit setelah ia keluar digantikan oleh Thorsten Fink. Satukan lagi dengan kwartet pertahanan Markus Babbel, Michael Tarnat, Thomas Linke dan Samuel Kuffour, serta tak lupa raksasa di bawah mistar, Oliver Kahn. Tambahkan lagi Steffan Effenberg, Jens Jeremies, Mario Basler, Carsten Jancker, dan Alexander Zickler. Serta jangan lupakan Hasan Salihamidzic yang setelah masuk membantu pertahanan di menit 90, justru langsung kecolongan 2 gol akibat sepak pojok itu. Mimpi buruk direkonstruksi kembali!!
 
Agar kesan nostalgis muncul, sebelum pertandingan lakukan wawancara dengan kedua pelatih, Sir Alex Ferguson dan Ottmar Hitzfeld. Minta Sir Alex untuk meneriakkan kembali kalimat legendarisnya: "Football. Bloody hell." Minta kembali Perluigi Collina untuk mewasiti pertandingan balas dendam ini. Andai kepalanya sekarang sudah berambut, bujuk dia untuk mau mencukur plontos rambutnya sekali ini saja, khusus demi momen spesial ini. Terakhir, jika pertandingan berakhir imbang, lanjutkan dengan adu penalti, karena salah satu tim harus menang kali ini. Dendam harus dibayar tuntas. Plok plok plok.


No comments:

Post a Comment